Friday, 9 January 2015

Memilih dan Menghidupi Pilihan ala Dahlan Iskan - Resensi Buku*

Memilih dan Menghidupi Pilihan ala Dahlan Iskan


Judul Buku                  : Surat Dahlan
Penulis                         : Khrisna Pabichara
Penerbit                       : Noura Books (PT. Mizan Publika)
Harga                          : Rp 65.000,00
Tebal                           : 396 halaman





“Surat Dahlan” merupakan sekuel dari novel karya Khrisna Pabichara sebelumnya, yakni “Sepatu Dahlan” yang meraih penghargaan 5 Besar Anugerah Pembaca Indonesia 2012 sekaligus menyabet gelar mega best seller pada penjualannya. Cerita pun bermula dari rehatnya Dahlan setelah menjalani operasi liver berjam-jam lamanya. Ingatan demi ingatan masa muda Dahlan berputar kembali, menggenapkan kepingan-kepingan asa dan masa yang pernah ia jalani.

Dahlan, seorang anak, mahasiswa, sekaligus laki-laki sederhana dengan harapan seadanya, meninggalkan kampung halaman demi penghidupan yang lebih baik di Samarinda. Sebagai seorang anak, dari ayah yang gemar meninabobokannya dengan dongeng-dongeng sarat nasihat dan pengharapan, tentu ia ingin membuktikan bahwa kelak ia dapat menjadi seseorang yang mandiri dan terus mengamalkan apa yang ayahnya pernah ajarkan. Sebagai seorang mahasiwa, Dahlan menyukai belajar. Namun, pendidikan di kampusnya malah membuatnya tersesat pada sistem kekangan, yang kala itu memang dipelihara oleh pemerintah. Pelajar Islam Indonesia (PII) adalah rumah kedua dimana ia dapat berbagi ilmu, pengalaman, serta idealisme mahasiswa yang berkobar di dalam dirinya. Sebagai seorang laki-laki muda, romansa hidupnya juga diwarnai dengan kekikukan menyelami perasaan perempuan dan upaya menemukan pemilik setengah hatinya kelak.

Setiap bab, berisikan perjuangan Dahlan dalam menghadapi pilihan-pilihan di dalam hidupnya, dituturkan dengan bahasa yang apik. Pilihan untuk tetap berjuang di tanah perantauan, pilihan untuk menyuarakan kegelisahan hati akan pemerintahan yang mengekang, dan pilihan dalam menentukan sikap demi perempuan masa depan. Novel yang terinspirasi dari mantan Menteri BUMN RI, Dahlan Iskan, ini diramu dengan manis oleh penulisnya lewat sajian berbagai kisah-kisah termahsyur yang diceritakan oleh tokoh Bapak Iskan yang tidak lain adalah ayah Dahlan sendiri. Kutipan-kutipan menarik banyak menghiasi halaman novel ini, salah satunya adalah petuah Nenek Saripa yang berbunyi : “Kita memang dilahirkan bersama rasa takut, tapi kita tidak boleh gentar menghadapi apapun.” (halaman 218). Kutipan ini cukup menggambarkan bagaimana Dahlan tetap percaya dan berusaha menjalani segala konsekuensi dari pilihan yang ia buat.


Alur cerita yang kadang melompat-lompat lewat ingatan Dahlan akan masa kanak-kanaknya kadang memerlukan perhatian lebih untuk dapat dimengerti dan diuntai masanya. Kisah-kisah yang dituturkan oleh tokoh Bapak Iskan secara tersirat juga kadang perlu dibaca berkali-kali untuk dapat dipahami keterkaitannya dengan masalah yang sedang dihadapi Dahlan. Namun secara keseluruhan, novel ini menarik untuk dibaca, selain karena sebagian besar diangkat dari kisah nyata, kata hati menjadi kunci utama yang dapat dipetik dari tokoh Dahlan dalam menapaki fase-fase penting di dalam hidupnya.

*dibuat untuk mengikuti lomba resensi buku tahun 2013 lalu. Did I win? No, I didn't.