Sunday 22 December 2013

playing riddle in the middle of doing idle

I feel blessed to be imperfect
- A perfectionist said-


Akhir tahun adalah saat dimana orang-orang membuka kembali buku besarnya.
Melihat apa yang di awal tahun mereka tulis untuk lakukan dan sejauh apa mereka menjalaninya hingga sekarang.
Setidaknya itu yang terjadi pada saya bersama si buku besar.
Menilik kebelakang.
Saya ingat beberapa saat lalu saya dan seorang teman berbincang.
Ngalor ngidul memang.
Tapi sehari itu membuat saya kembali berpikir mengenai apa yang pernah menjadi milik saya dan hilang.
Jika menggunakan bahasa Tuhan, maka apa yang telah Ia titipkan dan ambil kembali pulang.
Maka memang, selama 21 tahun ini banyak yang telah terlewatkan.
Berbicara tentang kehilangan, saya rasa semua pernah mengalaminya.
Orang-orang menghadapinya dengan cara yang tidak sama.
Pun dengan saya.
Bagi saya cara terbaik untuk menghadapi kehilangan adalah dengan bersikap adil.
Adil yang bagaimana? tentu saja adil menurut pengertian versi saya hahaha.
Tidak lebih karena saya yang mengalaminya
Ambil contoh ketika saya tidak lagi memiliki keluarga yang sempurna.
Bagaimana usia menggerus manusia. Bukan dalam artian yang sebenarnya.
Saya rasa waktu memang musuh. Terlebih dengan debu-debu yang ia bawa. Kecil tapi mampu merubah semua.
Pendapat, perasaan, kekaguman, kasih, dan pemahaman yang dulunya mampu disamarkan semakin membesar.
Lalu manusia sebagai subjek pun mulai lupa untuk memilih jalanan yang sama
Ketidaksempurnaan yang pertama.
Saya rasa keduanya sudah mengupayakan sebisa mereka, saya berusaha memahami bahwa mereka juga seperti saya. tidak sempurna.
Tidak adil adalah ketika saya menghakimi mereka sebagai pusat dari ketidaksempurnaan yang terjadi pada hidup saya.
Bagaimana saya menjalani kemudian, kegagalan dan gelap di luar sana bukan lagi salah mereka yang tidak mampu memberikan penerangan dengan atap yang kerap dinamakan keluarga.
Toh hidup mereka saya rasa sudah cukup tidak menyenangkan dengan ketidakmampuannya membenahi dan mempertahankan.
Tidak banyak yang saya ingat, tetapi yang paling saya mengerti adalah mereka pun tidak pernah menyalahkan saya dengan berbagai kegagalan dan ketidaksempurnaan yang ada dalam diri saya
Bukankah tidak adil jika saya terus marah dan berlari kebekang atas semua kegagalan yang terjadi di depan?
Saya juga tidak merasakan banyak kehilangan karena semua terjadi sejak di awal perjalanan
Bukankah seharusnya saya yang berterima kasih karena menempatkan saya pada posisi yang sekarang?


Maka, untuk 21 tahun yang saya jalani hingga hari ini:
Terima kasih Mamah, untuk perjuangan yang kekal dalam memahami saya sebagai pribadi yang tidak sempurna. mengupayakan yang terbaik dengan wajah yang tidak pernah lelah. mengubur jauh-jauh luka dan menampakkan kegigihan yang tidak pernah saya lupa. memaklumi perbedaan dan terus menjanjikan harapan bahwa kelak keringat akan terbayar.
Terima kasih Papah, untuk serpihan-serpihan yang masih bisa saya ingat dan genggaman tangan ketika menyeberang. Saya tahu bahwa empat tahun ini ia berupaya untuk membayar apa yang tidak mampu ia berikan di awal.



Selamat Hari Ibu, Mamah :)
dan Selamat Ulang Tahun, Papah.