Saturday 4 August 2012

Magic

Cutter: Every great magic trick consists of three parts or acts. The first part is called "The Pledge". The magician shows you something ordinary: a deck of cards, a bird or a man. He shows you this object. Perhaps he asks you to inspect it to see if it is indeed real, unaltered, normal. But of course... it probably isn't. The second act is called "The Turn". The magician takes the ordinary something and makes it do something extraordinary. Now you're looking for the secret... but you won't find it, because of course you're not really looking. You don't really want to know. You want to be fooled. But you wouldn't clap yet. Because making something disappear isn't enough; you have to bring it back. That's why every magic trick has a third act, the hardest part, the part we call "The Prestige". 


Film-film Christian Bale selalu menarik untuk ditonton. Kutipan di atas juga merupakan salah satu dialog yang saya dapat dari salah satu film dimana ia berperan. Bukan tentang superhero yang terbang-terbang di dalam kegelapan ala Batman, bukan juga manusia super kurus dengan ketakutan akan mimpi-mimpinya yang dia mainkan di The Machinist. But yap, here it is, The Prestige.

The Prestige adalah salah satu film yang masih sangat menempel ingatan saya. Kisah dua orang magician di jamannya yang saling memperebutkan harga diri sebagai seorang magician terbaik. lengkapnya tidak akan saya jelaskan lebih lanjut. so, go get up and rent some DVDs at the weekend ;)

yang akan saya tuliskan disini adalah tentang bagaimana saya memberi penilaian akan beberapa hal setelah menonton film ini. jujur saja, saya bukan penikmat trik-trik tersembunyi dibalik indahnya para pelaku sulap ini memanjakan mata kita. saya lebih memilih melihat tontonan seperti Magic Secret Reveal yang beberapa waktu lalu disiarkan di salah satu TV swasta Indonesia. Acara ini menunjukkan bagaimana pesulap bertopeng membocorkan trik-trik sulap terkenal magician ternama yang selama ini selalu membuat orang-orang menganga. Yang saya tangkap adalah, semua trik memerlukan satu ide sederhana : kita semua, merelakan diri untuk diperdaya.

hidup persis seperti kisah di film ini. dibalik hal-hal indah dan membahagiakan yang diciptakan seseorang kepada orang lain terkadang merupakan hasil dari pengorbanan yang tidak terlihat. bukan lagi satu dua kerikil, namun hal-hal yang lebih besar. jika orang-orang ingin dinilai dari bagaimana ia terlihat dihadapan orang lain, maka tepuk tangan riuh akan diberikan kepada mereka. dengan catatan, penghargaan terhenti ketika pertunjukan selesai dan yang akan ia temui setelahnya adalah ceceran tiket-tiket usang di sepanjang perjalanan pulang. 

dramaturgi itu pahit. kenapa harus repot untuk mempersembahkan yang terbaik untuk orang lain dan meninggalkan halaman belakang tertinggal gelap. toh orang-orang itu hanya mampir, tidak akan menjadi peninggal tetap. namun sekali lagi, manusia itu menarik dan hidup ini lucu. kami menginginkan pengakuan akan apa yang telah kami lakukan. meski semu dan diam-diam terluka tanpa mengaku. meski tidak terlihat namun dapat terpahat. The Prestige, juga adalah salah satu asa untuk orang-orang yang mencari alasan tetap bertahan di dalam masa.