1. Beberapa bulan yang lalu
Skripsi dan beban untuk segera menyelesaikan kuliah tepat waktu adalah salah satu titik yang pada akhirnya bisa saya lalui. Nggak gampang karena dosen pembimbing saya perfeksionis sekali. Benar-benar melihat usaha mahasiswinya untuk mengejar subjek dan membaca semua literatur. Tapi saya merasa beruntung karena pada akhirnya memang perjuangan yang dilewati setimpal dengan kepuasan setelah semuanya selesai. Kerja keras nggak pernah mengkhianati itu yang saya pelajari. Selain itu saya juga belajar untuk berargumen dengan dasar dalam proses penulisan skripsi saya. Saya dengan beberapa kelompok teman merupakan orang-orang yang suka berdebat. Apa saja bisa dijadiin bahan debat. Bukan debat dengan bahasan yang berat-berat. Kadang kala ngedebatin barang A yang dijual di toko B (menurut saya) atau di toko C (menurut teman lain). Jatuhnya memang jadi ngeyel alias debat kusir hehehe. Walaupun setelah skripsi pun saya dan beberapa teman masih melakukan hal demikian, tapi saya jadi sadar. Bahwa apapun argumen kita terhadap suatu hal, asalkan ada dasar dan pembuktiannya, maka boleh saja kita mempertahankan pendapat yang dikemukakan. Ini juga menjadi salah satu hal yang paling menyenangkan dari mempelajari ilmu di jurusan saya. Kebenaran tidak selalu mutlak. Seperti yang dijelaskan salah satu dosen saya mengenai Dialektika Hegel. Sudut pandang yang berbeda-beda bisa saja menghasilkan atau didasari kebenaran yang berbeda-beda pula. Disinilah menariknya, berbagai macam sudut pandang dapat digunakan untuk melihat satu hal yang sama. Saling menggenapkan. Jadi intinya (yang saya pelajari dari dosen pembimbing saya) berargumenlah, dengan dasar dan jusifikasi yang benar. Maka kamu tidak akan pernah salah hehehe. Tapi sekali lagi, untuk dapat benar-benar mempraktekkannya, perlu lawan bicara yang juga berhati lapang dan berpikiran terbuka dalam artian memahami bahwa kebenaran juga tidak absolut. Sehingga jika lawan bicara kita memiliki pandangan lain, maka ia akan tetap menghargai pendapat kita. Sepakat untuk tidak sepakat pun terjadi tanpa debat kusir panjang.
2. Beberapa hari yang lalu
Masih berhubungan dengan teman saya yang suka berdebat nggak penting sama saya hahaha. Saya lupa awalnya kami sedang bahas apa. Oh! Saya ingat! Jadi ceritanya teman saya baru saja pindah dari kosan lama ke kosan baru. Saya dan teman yang lain pun sedikit (banget) bantu-bantu. Setelahnya kami ngobrol sana-sini dan sampailah saya ngebahas pernikahan George Clooney dan Amal Alamuddin yang bertempat di Venice. Dua hal yang penting di sini: saya kagum sama Amal Alamuddin yang memang nggak usah ditanya lagi prestasinya di dunia internasional, selain itu juga pernikahan di Venice yang kayanya bikin ngiler semua orang. Venice sepertinya sudah menjadi negara urutan pertama yang sangat ingin saya kunjungi (setelahnya baru Ethiopia karena makanannya yang kaya rempah!). Membahas Venice, teman saya yang kosnya pindah ini bertanya berapa persen daratan dan perairan di Venice. Saya jawab saya tidak tahu. Teman saya bingung bagaimana mungkin saya ingin sekali ke Venice tetapi tidak tahu bagaimana kondisi Venice. Saya berhenti makan saat itu juga dan mikir. Hmm, sejauh ini saya sudah berkali-kali buka Wikipedia dan website travel lainnya untuk tahu sedikit-sedikit tentang Venice, tapi saya nggak kepikiran untuk tahu berapa bagian daratan dan perairan di sana. Yang saya tahu jelas adalah setiap tahun bangunan-bangunan disana semakin tenggelam dan beberapa kali mengalami banjir besar. Setelah itu sudah saya nggak mikir apa-apa lagi. Baru malam ini saya kepikiran lagi. Mungkin saya nggak mau tahu banyak. Mungkin saya mau menyisakan hal-hal tentang Venice saat pertama kali saya berada di sana. Melihatnya sendiri, mengalaminya sendiri, mendengar dari orang-orang lokal sendiri (kalau bisa). Pada beberapa hal yang benar-benar kita inginkan, terkadang perlu sedikit menyisakan serpihan kecil untuk kita alami sendiri. Hihihi, kalian yang membaca ini boleh kok menganggap ini pembenaran. Tapi ada benarnya kan? ;)