Rasanya lama sekali nggak baca buku.
Baca buku di sini maksudnya buku-buku diluar buku teori dan tugas-tugas kuliah.
Oleh karena itu sebulan terakhir ini saya jadi rajin cari-cari buku bagus untuk dibeli--dan dibaca tentunya.
Beberapa buku saya beli di toko buku dan beberapa lainnya saya sengaja beli online karena memang lagi cari cetakan tertentu atau sudah nggak dijual di toko buku.
Beberapa buku yang saya beli sebulan terakhir |
The Great Gatsby adalah salah satu buku yang sudah selesai saya baca.
Awalnya saya penasaran sekali dengan beberapa buku klasik yang dipajang di salah satu toko buku.
Harganya yang termasuk murah (Rp 50.000 untuk satu buku klasik impor) bikin saya agak bingung juga untuk memilih buku yang akan saya beli.
The Great Gatsby akhirnya saya pilih karena salah seorang teman pernah bercerita tentang banyaknya intrik di dalam kisah si tokoh Gatsby ini.
Karena merupakan karya klasik, cukup banyak kata-kata yang harus saya coba tebak maksudnya. Tapi menyenangkan sekali karena The Great Gatsby menjadi tulisan yang turut memperkaya pembacanya tentang budaya Amerika di tahun 1920-an. Baik dari penggunaan bahasanya maupun setting tempat yang setelah saya cari tahu ternyata memang benar ada di masa si penulis hidup.
Dengan baik hatinya, buku terbitan Williams Collin ini juga menyertakan latar belakang hidup si penulis yakni F. Scott Fitzgerald yang sejujurnya nggak jauh tragisnya dari kisah yang ia tuliskan. Sejarah sosial budaya masa itu dipaparkan di pendahuluan supaya pembaca lebih memahami ketika mulai membacanya. Kamus mini tentang kata-kata di tulisan klasik dapat ditemukan di bagian belakang buku.
Untuk yang sudah pernah nonton filmnya pasti tau bagaimana kisah Gatsby dan ambisinya mendapatkan mantan kekasihnya kembali. Saya pun nggak akan repot-repot mencari celah dari bagaimana Fitzgerald menuturkan kisah ini. Well, clasic is clasic because there's something about it.
Menariknya, buku selanjutnya yang saya baca kemudian mengingatkan kembali pada The Great Gatsby.
Perempuan Bernama Arjuna karya Remy Sylado. Saya beli ketika sebenarnya saya sedang tidak ingin membeli buku. Niat awal hanya menemani kawan yang mencari card holder dan berakhir pada saya yang belanja lebih banyak. Penyakit yang nggak pernah sembuh dari dulu.
Dan tanda di sampul buku yang menunjukkan bahwa ini bukan bacaan ringan memang terbukti sepesekian detik setelah saya selesai membaca paragraf pertama.
Filsafat yang dikemas dalam fiksi.
Tokoh sentral adalah Arjuna, perempuan yang sedang melanjutkan studinya tentang teologi di Belanda.
Ketika Pada awal buku saya menemukan satu kutipan yang kembali mengingatkan saya pada tokoh Gatsby.
Perempuan Bernama Arjuna, Remy Sylado |
Tidak ada yang abadi terkecuali ambisi.
Ambisi ini juga yang pada akhirnya menjadi awal bagi berakhirnya kisah tokoh Gatsby. Apa yang Gatsby rasakan dan kemudian mempengaruhi bagaimana ia bertindak bagi saya adalah cerminan dari sebuah ambisi. Ambisi memiliki kekuatan yang luar biasa untuk membuat seseorang mencapai apa yang diinginkankannya. Pun dengan Gatsby. Hanya dalam waktu beberapa tahun ia mampu berlari menaiki anak-anak tangga abstrak yang membatasi dirinya hidup bersama kekasih impian.
Abstrak karena hanya ada di dalam pikiran orang-orang.
Namun, nyata karena sedemikian mempengaruhi seseorang memperlakukan orang lain dari lantai yang berbeda dengan dirinya.
Kekuatan yang sama pula yang pada akhirnya menghancurkan Gatsby pada akhir kisahnya.
November
Selalu menjadi bulan yang tidak pernah saya perkirakan terjadi hal-hal besar dalam hidup saya.
Setelah hampir 10 tahun pun akhirnya saya dihadapkan dengan pembicaraan mengenai apa yang saya tahu tetapi saya memilih untuk tidak terlalu terlibat di dalamnya.
Ambisi-ambisi orang lain untuk memiliki kebahagiaan rasanya lekat dengan ego masing-masing dalam mendefinisikannya.
Ketika pemahaman orang lain berbeda dengan apa yang dimiliki, mereka bukan lagi sumber dari kebahagiaan yang dicari.
Padahal sekali lagi, menjadikan orang lain sebagai sumber kebahagiaan tidaklah berlangsung abadi.
Maka pada November ini, saya pun memilih untuk mengikuti apa yang saya rasa benar untuk jalani.
Tidak lagi mengatakan "Iya" agar menyimpan ruang orang lain tetap di sisi.
Setidaknya ketika yang lain pergi, saya tidak akan kehilangan diri saya sendiri.