Saturday, 9 August 2014

Mecin

Saya masih berpikir bahwa tulisan ini tidak akan menjadi tulisan yang terlalu serius.
Semoga hingga titik paragraf terakhir memang isinya akan begitu.
Judul yang saya pilih juga sedikit banyak mencerminkan harapan saya akan hal tersebut.

Kemarin saya hanya berada di ruangan saya. Duduk--jika tidak bisa dibilang tidur--menghadap layar laptop dan beberapa kali meminum air.
Rencana sore hari adalah berenang bersama seorang kawan, tetapi batal.
Beberapa urusan seringnya mendapat halangan.
Malamnya saya baru mencoba mencari makan.
Capcay.
Dan Mas penjualnya paham apa yang saya pesan.
Menunggu beberapa saat akhirnya makanan saya dibuat.
Saya menghabiskan waktu dengan fokus pada tayangan televisi yang berisi "makhluk-makhluk misterius dalam rekaman video".
Hihihi
Bukan hantu dan sebagainya, lebih seperti superhero dan film agen rahasia yang rasanya tidak mudah ditemui di dunia nyata.
Mas yang memasak makanan pun melewati saya dengan membawa sesendok bubuk putih dari dapur belakang.
Saya masih enggan menanyakan barang apa yang akan ia masukkan ke dalam makanan saya.
Setelah makanan saya selesai di masak saya baru menanyakan apakah itu gula.
Ia pun menerangkan bahwa itu adalah campuran bumbu-bumbu seperti gula, garam, dan penyedap rasa.
MSG. Atau mecin seringnya saya menggunakan kata ganti.
Bagi saya yang tidak terlalu menyukai banyak rasa dalam makanan.
Mecin menjadi salah satu bumbu dapur yang paling bermasalah.
Empat tahun ini saya hampir tidak pernah menambahkan gula dalam teh.
Ibu yang masakkannya paling sehat untuk dimakan pun terkadang masih terlalu asin bagi saya.
Lada dan pala adalah beberapa bumbu dapur yang paling saya suka dan selalu mengingatkan seberapa kayanya untuk tinggal di Indonesia.
Sampai sekaran bahkan saya masih bertanya-tanya kenapa Kikunae Ikeda memperkenalkan MSG kepada kita semua.
Candu baru bagi penikmat rasa.
Baiklah, kembali ke mas-mas penjual capcay tadi.
Akhirnya saya menanyakan apakah boleh jika besok-besok tidak menambahkan sesendok butiran-butiran putih tersebut pada capcay saya dan dia mengiyakan disertai permintaan maaf.

Intinya, bukan saya merasa diri paling sehat dengan tidak mengkonsumsi makanan tanpa mecin.
Lagi pula menurut saya bubuk-bubuk candu rasa ini tidak bisa dihindari.
Hampir setiap makanan yang terdapat di supermarket sepersekiannya mengandung mecin.
Sayur-sayur yang dijual di beberapa tempat makan pun saya yakini nasibnya tidak jauh berbeda dari capcay yang saya beli dari mas-mas tadi.
Hanya saja,
bagaimana caranya untuk dapat hidup lebih sehat selain pilihan untuk memasak sendiri makanan saya.
Hmmm... saya rasa membutuhkan beberapa hari berkutat dengan air dan buah atau sayur mentah.

Hidup pun demikian.
Tidak selalu bisa menghindari kondisi-kondisi yang mengandung 'mecin' pada beberapa kesempatan
orang-orang yang memberikan pengaruh tidak sehat misalnya.
Saya ibaratkan mereka sebagai mecin.
Kondisi-kondisi yang membuat saya berpikiran berlebih juga,
bagian dari kemecinan hidup.
Bagaimana menghindarinya?
Hmmm tidak bisa?
karena kemecinan hidup kan selalu ada hihihi
Lagi pula hidup lebih berasa kan kalo ada mecinnya dikit-dikit.
Mungkin... ini juga yang ada di pikiran Dr. Ikeda ya waktu menemukan mecin.
Supaya lidahnya bisa mencicipi rasa lain.
Mencicipi kemecinan hidup.
Satu dua kali saya rasa tidak masalah.
Setelahnya?
Ambil waktu sejenak untuk diri sendiri.
Dari orang-orang, dari kondisi yang memenuhi diri dengan pikiran-pikiran berlebihan.
Mengingatkan saya untuk kembali menjadi saya.
Setelah sekian lama.
So, take your time!